TERLAMBAT KAU ... ! KISAH MURID BU MARNI




Huuu...uuuh..... !!!!

Astagfirullah ....!!

Kisah Zul Pada Bu Marni ini bikin tumpah Air mataku.....


TERLAMBAT ….”

 "Setiap hari, kamu kamu saja yang terlambat, apa tidak ada orang lain di bumi ini selain kamu? "

    Bu Dina mulai membaca ayat ayat cintanya siap menghukumku. Aku yang sudah terbiasa dengan hukuman dan omelan guru selalu siaga satu, bila dari ring satu terlewati, masuk ring dua, dan terakhir ring tiga, biasanya di ring tiga aku yang suka, karena bu guru yang satu ini. Selain disiplin tinggi beliau juga enjoy saat di ajak ngobrol dan diskusi.

     Bukan saja masalah pembelajaran saja, tapi untuk kehidupan sehari hari beliau lebih mengerti dari pada ibu guru lainnya. Bagiku omelan, plus hukuman nyapu dan lain lain tidak aku ambil pusing, walau terkadang aku merasa malu tapi aku harus melaluinya.

 " Assalamualaikum Zul "

 Sapa Bu Eka dengan wajah tersenyum manis dan keibuan.

 " Sudah sarapankah kamu? "Bu Eka melanjutkan pertanyaan.

Aku menjawab sambil mengulurkan tangan menyalami bu Eka

" waalaikumsalam warahmatullah bu. Ada saya bawa nasi. Istirahat nanti saya sarapannya bu" jawabku.

    Setelah kepergian ayahku dan dilanjut dengan meninggalnya ibu untuk selamanya, sosok Bu Ekalah yang memahami jalan kehidupanku

 "Boleh saya masuk bu? " tanyaku pada bu Eka sambil melirik ke ruangan, semua teman temanku sedang asyik berdiskusi. Bu Eka mengangguk dan  Akupun melebur bersama kelompokku yang memang sudah terbagi setiap kali pembelajaran bu Eka.

 🌸🌸🌸

Hari ini aku terlambat pulang. Dua puluh menit kami harus mendengarkan wejangan kepala sekolah setelah adik adik kelas pulang. Kepala sekolah menekankan untuk tidak ada yang libur sekolah dengan alasan apapun. Karena kami harus kosentrasi menyiapkan bekal untuk menghadapi UNBK.

 "Ah, itu bagi mereka yang punya segalanya, bukan untukku yang hidup tampa ibu dan harus menghidupi adikku satu satunya. Bagiku UNBK nomor 26 "

     Kupercepat langkahku menuju tambak, walau perutku berirama minta diisi, tapi tambak Pak Udin adalah nomor satu. Beliau sudah berbaik hati memberiku pekerjaan, bila tiada beliau, akupun mungkin tidak sekolah lagi.

     Ku nyalakan tungku untuk menanak jagung yang sudah kurendam tadi pagi sebelum berangkat sekolah. Jagung yang beratnya kisaran lima belas kilo aku masukan dandang.

    Dengan api besar yang kunyalakan dari kayu kayu kering pastinya jagung umpan udang ini cepat masak. Diselahnya tunggu menanak jagung, aku nyalakan tunggu yang kecil, beras yang tinggal 1 muk lagi, akan cukup untuk kami makan berdua.

    Terkadang makan siang kami gabungkan dengan makan malam. Penghematan karena tidak ada yang mau dimakan lagi. Dari jauh, aku melihat adikku Wulan mengendong kayu bakar yang dikumpulkan sepulang sekolah tadi. Kayu kayu itulah yang setiap hari aku gunakan untuk menanak jagung umpan udang.

    Setelah adikku menyandarkan kayu bakar di samping gubuk tinggal kami, adikku langsung mencuci tangan, saat melihat dua piring terhidang lengkap dengan lauknya.

    Terlintas di wajah lelah adikku, ingin segera menyantap hidangan itu.

 " Mmmm....enak sekali sambal kentang ini ya bang. Pasti masakan bu Eka " adikku melahap makanan yang kuhidangkan.

 "Semoga beliau sehat selalu ya Lan, beliau baik sekali dengan kita. Suatu saat nanti, abang pasti membalas budinya " jawabku. 🌸🌸🌸

 Malam ini hujan begitu deras diiringi angin. Air di sungai dekat tambak Pak Udin nampak semakin naik. Aku membangunkan adikku Wulan yang sedang terlelap. " Lan..... Wulan.... Bangun, pakek mantel ini. Kita lihat pintu air sebelah barat yuuk " ajakku sambil terus mengoyang goyang tubuh adikku yang masih tertidur.

    Sebenarnya aku tidak sampai hati membangunkannya. Tapi aku ingat pesan Pak Udin.

 " Zul, bila mau ronda, kamu harus berdua dengan adikmu ya, jangan sendirian " pesan itu selalu ku ingat.

     Hujan semakin deras, waktu sudah menunjukan pukul 2 pagi. Air di tanggul semakin naik.

 " Wulan, bawa kemari cangkulnya, bocor ni " pintaku.

 " Semoga tidak terjadi apa apa malam ini ya bang. Kasihan Pak Udin. Udangnya sudah hampir bisa di panen. " jawab adikku sambil terus mencakul tanah memberikannya padaku.

 Setelah memastikan tambak tidak bocor lagi. Kamipun kembali ke gubuk.

 "Minumlah... " adikku menyodorkan air panas tampa gula padaku. Cukuplah untuk memanaskan suhu tubuhku. Karena jas hujan tadi aku pakaikan pada Wulan. Aku harus rela mengigil menahan dingin.

 "Tidurlah Lan. Sudah pukul 3.12, besok kita terlambat lagi ke sekolah "

    Hari ini terakhir simulasi UNBK. Bagiku saat ujian seperti ini adalah hari yang menyenangkan,karena aku dapat pulang lebih awal.

    Dan yang lebih membahagiakan,esok Pak Udin memanen tambaknya. Lebaran Idul adha nanti,adikku Wulan pasti dapat memakai baju baru. Aku akan membelikan baju untuknya yang paling bagus. Lankahku begitu riang siang ini menuju gubuk yang berada di tengah-tengah tambak.

     Pagi ini setelah sholat subuh, aku langsung menyalakan mesin pengering tambak. Dari kejauhan sebuah truk datang melaju ke arah tambak, tampak olehku tung-tung  tempat udang yang akan kami panen di atas truk. Itu pasti rombongan Pak Udin, nampak jelas Pak Udin mengendarai sepeda motor di depan truk sebagai pembawa jalan.

     Tambakpun mengering,terlihat udang-udang yang ada dalam tambak mulai mengelepar,kamipun menjala udang-udang tersebut.

     Pak Udin tersenyum melihat hasil panen kali ini. 10 tung penuh berisi udang dinaikan ke atas truk dan membawanya ketempat penjualan. Setelah hilang dari pandangan truk yang mengangkut udang.

    Pak Udin memanggil diriku dan Wulan. Kami bertiga duduk di atas bale bale bambu samping gubuk.

 "Zul, Wulan. Ini semua berkat kerja keras kalian berdua,Bapak ucapkan terima kasih. Itu semua ek jang ambilah untuk kamu berdua. Jual dan simpan uangnya untuk keperluan kalian. Beras ada Bapak bawa itu 30 kg, cukup untuk kalian berdua makan satu bulan" ujar Pak Udin sambil berdiri dan pamit pada kami.

     "Trimakasih Pak" aku dan Wulan ikut berdiri sambil menyalami dan mencium tangan Pak Udin.

     Setelah Pak Udin pulang, kamipun turun kembali ke tambak. Udang yang tertinggal (ek jang) kami pilih. Dua ember penuh telah kami dapatkan. Panen kali ini banyak rezeki kami.

 "Bang Zul, Wulan lapar. Kita masak yuk?" Wulan mengajakku untuk berhenti memilih udang, sayup-sayup terdengar suara azan menandakan waktu asar telah tiba. Kamipun segera naik dan membersihkan diri.

     "Masak yang banyak ya Lan,abang mau makan banyak biar gemuk" pintaku pada Wulan

"siap....!" Wulan menjawab sambil memberi hormat.

     "Abang siangi udangnya terus biar kita panggang" Wulan memberi perintah kepadaku.

 "Siap komandan ! " akupun kembali memberi hormat. Seperti sedang menaikan bendera upacara di hari senin. Kamipun tertawa berbarengan.

 Selesai sholat Asar, kami pun melahap hidangan istimewa,nasi putih panas beserta udang gala panggang.

 "Lan.... Wulan....dimana kamu? " mataku mencari kepenjuru tambak. Terlihat gadis kecil sedang memetik kangkung yang tumbuh di pematang tambak di ujung sana. Diapun segera berlari saat melihatku datang.

 "Abang.... " Wulan memanggil namaku sambil mendekati gubuk.

 "Lihatlah, apa yang Wulan petik. Kangkung dan udang ini sekarang abang antarkan ke rumah bu Eka. Bu Eka pasti senang menerimanya" ujar Wulan sambil mengikat kangkung yang ia petik barusan.

 "Siap.... Tapi kita makan martabak dulu yuuk. Ini abang beli tadi setelah jual udang kita" kataku sambil membuka bungkusan martabak yang kubeli di warung kang Usman.

    Karena aku tau pasti, martabak adalah makanan kesukaan adikku.

*          "Assalamualaikum...."sambil mengetuk rumah bu Eka, aku mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam Warahmatullah..." dari dalam Bu Eka menjawab salamku

     "oh kamu Zul, masuk yuuk" Bu Eka dengan ramah menyambutku.

"Oh ini Bu, kami panen udang dan ini titipan dik Wulan. Kangkung yang Wulan petik di pematang tambak" sambil tanganku memberikan oleh-oleh yang aku bawa.

 "    Saya pamit bu, kasihan dik Wulan di gubuk sendirian. Mau magrib bu "sambil kusalami dan kucium tangan bu Eka.

     "Hati-hati Zul, sampaikan salam ibu buat Wulan dan terimkasih untuk kiriman kangkungnya" bu Eka mengantarku sampai pintu pagar.

     "Sungguh mulia hati bu Eka, andai emakku masih ada pasti beliau seperti bu Eka baiknya"aku mempercepat langkah sambil menepis hayalanku ke masa silam.

🌸🌸🌸

    "Wulan, dekatkan kemari lampunya"pintaku sambil mengeluarkan uang hasil penjualan udang kami tadi.

 "Lihat ini, uang kita banyak. Besok sepulang sekolah kita ke pasar ya? Wulan boleh memilih baju untuk lebaran nanti.

     "Terimakasih abangku sayang" mendekat Wulan sambil memeluk tubuhku.

 "Sekarang tidurlah, biar Wulan besok cepat bangun dan tidak telat lagi ke sekolah. Abang mau lihat daka dulu sekalian masukan air ke tambak agar cepat kita kasih pupuk. Mungkin minggu depan Pak Udin sudah membawa benih udang lagi"

Wulan sebagai adik yang penurut langsung merebahkan diri dan menarik selimut usangnya.

*      🌸"Tiga hari lagi lebaran,Wulan pasti cantik memakai baju ini ya bang?" Wulan mengeluarkan kembali baju yang sudah disimpan ke dalam kardus. Seakan ia tak sabar ingin memakainya.

 "Maunya abang kemarin beli juga baju baru buat lebaran, jadi kita berdua memakainya saat pergi ke makam emak" adikku memandang ke arahku dengan iba.

 "Wulan,bukan abang tidak ingin baju itu? Tapi kita harus memilih mana yang paling penting. Andai kita habiskan uang itu untuk beli baju baru abang,terus kita nanti perlu beli beras pakai uang apa? Laparlah nanti adik abang yang cantik ini" aku memandang wajah Wulan berharap dia mengerti.

 "Benar ya bang, andai emak kita masih ada pasti beliau beliin juga baju baru buat abang"ucap Wulan sambil matanya berkaca-kaca.

 "Ah.... Sudahlah Lan. Jangan berandai-andai, emak kita sudah tenang disana" sambil aku mengusap kepala adik kecilku, berharap ia dapat tenang kembali.

*          Selepas magrib sayup-sayup terdengar suara takbir di kejauhan. Adikku yang baru duduk di kelas tiga SD duduk disudut gubuk. Tepatnya di depan tungku sambil mengorek-ngorek bara api. Terdengar lirih sugukan tangisnya dan aku perlahan mendekatinya.pastinya ia sedang sedih sekali.

 "Wulan.... Kamu menangis ya? "pelan sekali aku menegurnya. Aku takut tangisnya pecah. Pastinya saat ini ia merindukan kehadiran emak.

"Abang, aku rindu emak. Aku ingin makan timpan buatan emak seperti hari raya dulu" kini tangisnya benar-benar pecah.

     Sesugukan semakin kuat aku segera merangkulnya. Ku tahan agar aku tidak ikut menangis. Walau air mataku harus kuhapus tampa sepengetahun Wulan. Perlahan tangis Wulan berhenti sampai ia tertidur dipangkuanku dekat tungku. Kuangkat dan kutidurkan adikku di gubuk.

     Kuselimuti badannya yang sedikit panas dengan selimut usang peninggalan emak.Tiada timpan, tiada masak merah daging. Hanya nasi dan rebus kangkung di malam lebaran. Nasi yang ditanak Wulan tidak tersentuh. Kami larut dalam kesedihan sebagai hamba yang singgah di muka bumi. Akupun ikut terlelap bersama sayup-sayup takbir malam ini

*      🌸"Lan.... Wulan.... Bangun. Kita sholat yuk,biar langsung ke mesjid. Ini loh Lan, baju barumu sudah menunggu" aku mengoyang-goyang tubuh Wulan. Kuraba keningnya sedikit panas. Mungkin efek nangis tadi malam, pikirku.

     Wulan bangun dan langsung mandi. Selesai sholat subuh kami langsung sarapan dengan nasi yang kami tanak tadi malam. Kamipun segera menuju mesjid dimana takbir terus berkumandang. Wulan begitu cantik dengan baju barunya. Senyumnya terus berkembang setiap kali kakinya melangkah.

    Selesai sholat Idul Adha. Kami langsung menuju makam emak. Alunan ayat-ayat suci kami lantunkan. Berharap doa-doa kami ini segera sampai pada emak disana.

     Beberapa kali adikku mencium batu nisan emak. Terdengar olehku, Wulan menyebutkan.

 "Wulan sayang emak, datanglah emak untuk Wulan, Wulan rindu emak"kembali adikku mencium batu nisan.

     "kita pulang yuk Lan, abang sudah lapar ni"pintaku mengajak Wulan pulang.

Berharap ia iba saat aku katakan aku lapar. Padahal sesungguhnya aku lapar hanya pura-pura.

Perlahan Wulan bangkit berjalan sambil memandangku.

     "Abang sayang emak? "tanya Wulan

 "Sayanglah. Sayang sekali"jawabku

     "Kalau emak datang menjemput abang, abang mau tidak? "Wulan memberikan pertanyaan yang membuat keningku berkeryit.

     "Wulan.... Kamu ngomong apa? Kamu harus ingat kata emak. Langkah, rezeki,pertemuan dan maut itu sudah Allah atur. Kita cuman menjalani saja dan berusaha, Wulan adik abang yang cantik harus kuat "

Aku berusaha setenang mungkin dengan kata kata bijakku. Padahal Aku tau, Adikku belum tentu memahaminya.

     "Lihatlah, betapa cantiknya adik abang pakai baju ini. Emak pasti senang melihatnya"

Aku mengandeng tangan Wulan. Kurasakan suhu tangan Wulan panas sekali. Aku meraba kening dan badan Wulan. Ternyata panas juga.

     Wulan ku gendong menuju gubuk, keletakan Wulan di dipan depan. kuambil selimut usangnya dan kuselimuti tubuh Wulan yang menggigil dengan mata menatap ke langit-langit. Mulutnya terkunci tak menjawab pertanyaanku. aku berlari sekuat tenaga menuju rumah bu Eka.

    Bu Eka yang melihatku terengah engah menjadi sedikit panik dan bertanya kenapa.

Ku tarik tangan bu Eka dan memohon untuk ikut bersamaku ke tambak

🌸🌸🌸    

    Hari ini aku begitu tidak bersemangat menyelesaikan UNBK, kepergian adikku Wulan untuk selamanya membuat hidupku jadi hampa.

    Setiap aku pulang dari sekolah menuju tambak yang ada bayangan Wulan sedang mengendong kayu bakar dipersiapkan untuk menanak jagung umpan udang di tambak pak Udin.

    Saat aku memasuki gubuk, terlihat selimut usang yang selalu Wulan kenakan saat tidur. Ya, selimut peninggalan ibuku satu-satunya saat kudapatkan terdampar di pohon besar itu. Aku sudah pasrah apabila nantinya nilai ujianku rendah dan tidak lulus dalam mengikuti bea siswa Bidik Misi.

    Semangat hidupku hilang bersamaan dengan ditimbunnya tempat bersemayamnya Wulan adikku satu-satunya.

    Saat aku selesai memberi umpan udang, aku terduduk dipinggir tambak sambil menyelonjorkan kaki. Pandanganku menerawang ke arah mata hari yang tenggelam.

    Mengingat kejadian delapan tahun yang lalu.

     (Berdasarkan kisah nyata salah satu siswa Bu Marni, Penulis Sosok Pahlawannku)


 

Komentar

  1. menangis itu nikmat.... menangislah. Kita jadi tahu bahwa banyak yang kurang beruntung di luar sana....Namun mereka Kuat dan tetap bersyukur ...

    BalasHapus
  2. Maasya Allah, luar bisa dua sosok abang dan adik menjalani hidup. Insya Allah yg dialami tokoh dlm cerita itu adalah yg terbaik baginya.

    BalasHapus
  3. Tak terasa saat membaca bercucuran air mata pak. Ini adalah pelajaran berharga. Terima kasih pak

    BalasHapus
  4. Maasya Allah.. Pak Dail membuat mata ini berkaca-kaca sepanjang membaca kisah si Zul dan Wulan.

    BalasHapus
  5. Masyaallah tak tahan hati ini ... Berlinang air mata dan ... Cerita kisah nyata yg dtata apik jd menggugah Pa Dail ...

    BalasHapus
  6. MasyaAllah, kisah yang membuat air mata berlinang.

    BalasHapus
  7. Masya Allah ... semoga indah untuk semuanya.

    BalasHapus
  8. Kehilangan itu hal yang sangat tidak di inginkan...walaupun tak bisa dihindari..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Sebenarnya Tujuan Hidup Kita

AKM MODEL TERBARU SOAL EVALUASI BAGI MURID

GAIRAH BERTANYA PESERTA BM 21-22 TINGGI SEMOGA YANG BUAT RESUME JUGA BANYAK